Rabu, 16 April 2014

PENGEMBANGAN SDM

Standard

Pengembangan SDM berbasis Kompetensi

0

Written on 00.22 by Ed's-HRM


Tulisan ini mencoba memberikan kerangka pikir bagi manajemen SDM pada berbagai bentuk organisasi yang akan kita hadapi di masa yang akan datang. Arti penting manajemen SDM pada dekade yang akan datang mendorong kita untuk mencari solusi yang telah terbukti efektivitasnya ketimbang bereksperimen dengan ide-ide baru yang belum jelas dan teruji”
Beberapa organisasi di negara maju telah menunjukkan keberhasilan dengan menggunakan praktek pengelolaan SDM yang efektif melalui cara peningkatan keterampilan dan keahlian SDM organisasi. Beberapa praktek yang telah dikembangkan lembaga konsultan seperti HAY di Eropa adalah :
¨ Mengidentifikasi Skill dan kualitas SDM yang serasi dengan tuntutan lingkungan;
¨ Memilih SDM yang memiliki kinerja tinggi dan potensial;
¨ Berusaha memenuhi kebutuhan organisasi dan individu;
¨ Menilai kinerja dan keahlian SDM;
¨ Memberi kompensasi yang memadai kepada tenaga yang terampil dan memiliki keahlian;
¨ Membangun lingkungan kerja yang baik;
¨ Meningkatkan motivasi untuk perbaikan kinerja.
Praktek pengelolaan SDM tersebut menunjukkan bahwa dunia kerja masa kini dan yang akan datang telah mengalami perubahan. Peran SDM dalam organisasi mempunyai arti yang sama pentingnya dengan pekerjaan itu sendiri, sehingga interaksi antara organisasi dan SDM menjadi fokus perhatian para manajer. Oleh sebab itu nilai-nilai (values) baru yang sesuai dengan tuntutan lingkungan organisasi perlu diperkenalkan dan disosialisasikan kepada semua individu di dalam organisasi.

Organisasi Masa Depan

Organisasi di masa depan akan cenderung berbentuk datar (flat) dan ramping (lean). Bentuk organisasi tradisionil yang hirarkis akan digantikan dengan bentuk jaringan (network) yang lebih memberdayakan kerjasama kelompok. Melalui organisasi yang demikian setiap individu akan memiliki informasi dengan mudah sehingga tidak selalu hanya terletak pada pimpinan organisasi. Pengembangan karir akan lebih didasarkan kepada berbagai bentuk tugas-tugas ketimbang urutan (sequence) posisi jabatan bagaikan urutan tangga-tangga ke arah yang lebih tinggi.

Dalam konteks ini, individu akan bekerja pada organisasi kluster di mana individu tidak lagi terikat secara kaku dengan tingkatan management yang hirarkis. Organisasi yang bersifat kluster tersebut memberikan kebebasan untuk mencapai yang diberikan pada unit tersebut. Agar organisasi yang demikian berhasil ada 4 (empat) kondisi yang dibutuhkan organisasi, yaitu :
¨ Mission
¨ Kompetensi
¨ Informasi
¨ Budaya
Kejelasan misi organisasi merupakan prasyarat bagi keberhasilan suatu organisasi dalam bentuk apapun. Aspek kompetensi menunjukkan bahwa perhatian organisasi lebih difokuskan kepada kompetensi SDM. Jika kita menggunakan SDM sebagai faktor penentu organisasi, maka kompetensi menjadi aspek yang menentukan keberhasilan organisasi.

Apabila kerja tim dalam organisasi kluster mereka memiliki kebebasan atau otonomi untuk menentukan seberapa baik mereka mencapai misi, tidak diberikan akses informasi maka organisasi tersebut akan kembali pada bentuk organisasi klasik. Organisasi kluster akan menggantungkan keberhasilannya kepada kemauan SDM untuk lebih bertanggung jawab kepada tugas yang didelegasikan kepada kluster mereka masing-masing. Tanggung jawab tersebut membutuhkan keberanian mengambil resiko dan bertanggung jawab atas tindakan-tindakan yang diambil tanpa menyerahkan tanggung jawab kepada tingkat manajemen yang lebih tinggi.

Sejarah dan definisi Kompetensi

Konsep kompetensi sebenarnya bukan sesuatu yang baru, Menurut Organisasi Industri Psikologi Amerika gerakan tentang kompetensi telah dimulai pada tahun 1960 dan awal 1970.
Menurut gerakan tersebut banyak hasil studi yang menunjukkan bahwa hasil test sikap dan pengetahuan, prestasi belajar di sekolah dan diploma tidak dapat memprediksi kinerja atau keberhasilan dalam kehidupan. Unsur tersebut sering menimbulkan bias terhadap minoritas, wanita dan orang yang berasal dari strata sosio ekonomi yang rendah.
Temuan tersebut telah mendorong dilakukan peneletian terhadap variabel kompetensi yang diduga memprediksi kinerja individu dan tidak bias dikarenakan faktor rasial, jender dan sosio ekonomi. Oleh sebab itu beberapa prinsip yang perlu diperhatikan adalah :
¨ Membandingkan individu yang secara jelas berhasil di dalam pekerjaannya dengan individu yang tidak berhasil. Melalui cara ini perlu diidentifikasikan karakterisik yang berkaitan dengan keberhasilan tersebut.
¨ Mengidentifikasikan pola pikir dan prilaku individu yang berhasil. Pengukuran kompetensi harus menyangkut reaksi individu terhadap situasi yang terbuka ketimbang menggantungkan kepada pengukuran responden seperti test “multiple choice” (pilihan ganda) yang meminta individu memilih alternatif jawaban. Prediktor yang terbaik atas apa yang dapat dilakukan oleh seseorang adalah mengetahui apa yang dipikirkan individu secara spontan dalam situasi yang tidak terstruktur.
Tantangan yang harus dijawab atas permasalahan tersebut adalah jika cara tradisional menggunakan pengukuran sikap tidak dapat memprediksi kinerja, lalu apa yang dapat dilakukan.
Menurut Mc.Clelland’s yang harus dilakukan adalah :
Pertama, mencari individu yang memiliki kinerja tinggi, dan membandingkannya dengan individu berkinerja rendah.
Kedua, Mc.Clelland’s dan Dailey dalam mengembangkan teknik Behavioral Event Interview (BEI) yang menggabungkan teknik seleksi sebelumnya (critical incident method) dalam teknik yang baru. Flenagan lebih tertarik untuk mengidentifikasikan unsur tugas dalam pekerjaan, sementara Mc.Clelland lebih tertarik kepada karakteristik SDM yang melakukan pekerjaan dengan baik. Teknik BEI meminta individu-individu untuk memikirkan beberapa aspek penting atas keadaan yang berkaitan dengan pekerjaannya sehingga menimbulkan hasil yang baik atau buruk. Kemudian keadaan tersebut diuraikan secara rinci sehingga menjawab pertanyaan sebagai berikut :

¨ What led up to the situation

¨ Who was involved
¨ What did you think about feel, want to have happen in the situation
¨ What did you do
¨ What was the outcome
Ketiga, Mc.Clelland’s menganalisis transkrip BEI atas informasi tentang keberhasilan dan ketidakberhasilan para pimpinan untuk mengidentifikasi karakteristik yang membedakan kedua sampel tersebut. Analisis biasanya lebih ditekankan kepada prilaku yang menunjukkan kinerja yang tinggi ketimbang yang rata-rata. Perbedaan perbedaan tersebut diterjemahkan kedalam tujuan dan difinisi sistem skoring yang dapat dipercaya oleh masing-masing pengamat.
Transkrip BEI diberikan skor menurut definisi tersebut dengan menggunakan Content Analysis of Verbal Expression (CAVE) untuk mengukur motivasi. Melalui CAVE para peneliti dapat menghitung dan mengetes perbedaan secara statistik atas karakteristik yang ditunjukkan oleh para individu yang berkinerja tinggi dan rendah dalam berbagai pekerjaan dan jabatan.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa semua jenis kompetensi yang bersifat non-akademik seperti kemampuan menghasilkan ide-ide yang inovatif,management skills,kecepatan mempelajari jaringan kerja, dan sebagainya berhasil memprediksi kinerja individu dalam pekerjaannya dan tidak berbeda secara signifikan bila ditinjau dari aspek ras,jender dan sosio ekonomi status.

Adapun esensi dari teori Mc.Clelland tentang pendekatan penilaian kompetensi terhadap Job Analysis bahwa penelitiannya lebih menekankan kepada orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan berkinerja baik, dan mendifinisikan job berdasarkan karakteristik dan prilaku orang-orang tersebut, ketimbang menggunakan pendekatan tradisionil dengan menganalisis unsur yang ada dalam job tersebut.
Misalnya, kebanyakan “Manajerial Jobs” lebih memfokuskan kepada perencanaan dan pengorganisasian, sehingga pertanyaan yang menarik adalah apa yang menyebabkan seseorang dapat merencanakan dan mengorganisasikan secara baik dan efisien (what leads a person to plan and organize well or effciently). Penelitian tentang kompetensi menunjukkan bahwa ada 2 (dua) yang mendasari kompetensi yang berkaitan dengan perencanaan dan pengoroganisasian yaitu : Motivasi dan berfikir analitik.

Apa yang dimaksud dengan Kompetensi?

Kompetensi didefinisikan sebagai karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya (an underlying characteristic’s of individual which is causally related to criterion-referenced effective and or superior performance in a job or situation). Spencer&Spencer 1993

Berdasarkan difinisi tersebut bahwa kata “underlying characteristic’s” mengandung makna kompetensi adalah bagian kepribadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang serta prilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan. Sedangkan kata “causally related” berarti kompetensi adalah sesuatu yang menyebabkan atau memprediksi prilaku dan kinerja.

Sedangkan kata “criterion-referenced” mengandung makna bahwa kompetensi sebenarnya memprediksi siapa yang berkinerja baik dan kurang baik, diukur dari kriteria atau standar yang digunakan. Misalnya, kriteria volume penjualan yang mampu dihasilkan oleh seseorang tenaga sales.

Penentuan tingkat kompetensi dibutuhkan agar dapat mengetahui tingkat kinerja yang diharapkan untuk kategori baik atau rata-rata. Penentuan ambang kompetensi yang dibutuhkan tentunya akan dapat dijadikan dasar bagi proses seleksi, suksesi perencanaan, evaluasi kinerja dan pengembangan SDM. Menurut Spencer (1993) dan Mitrani et.al (1992) terdapat 5 (lima) karakteristik kompetensi, yaitu :
¨ Motives” adalah sesuatu di mana seseorang secara konsisten berfikir sehingga ia melakukan tindakan. Spencer (1993) dan Mitrani et.al (1992) menambahkan bahwa Motives adalah drive,direct and select behavior toward certain actions or goals and away from others.
Misalnya: orang memiliki motivasi berprestasi secara konsisten mengembangkan tujuan-tujuan yang memberi tantangan pada dirinya, dan bertanggung jawab penuh untuk mencapai tujuan tersebut serta mengharapkan “feedback” untuk memperbaiki dirinya.
¨ Traits” adalah watak yang membuat orang untuk berprilaku atau bagaimana seseorang merespon sesuatu dengan cara tertentu, misalnya percaya diri (Self- confidence), kontrol diri (self control), stress resistance, atau hardiness (ketabahan/daya tahan).
¨ Self Concept” adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang. Sikap dan nilai diukur melalui tes kepada responden untuk mengetahui bagaimana value (nilai) yang dimiliki seseorang, apa yang menarik bagi seseorang melakukan sesuatu. Seseorang yang dinilai menjadi “leader” seyogyanya memiliki prilaku kepemimpinan sehingga perlu adanya tes tentang leadership ability.
¨ “Knowledge” adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan (Knowledge) merupakan kompetensi yang kompleks. Skor atau tes pengetahuan sering gagal untuk memprediksi kinerja SDM karena skor tersebut tidak berhasl mengukur pengetahuan dan keahlian seperti apa seharusnya dilakukan dalam pekerjaan.

0 komentar:

Posting Komentar