Pengembangan SDM berbasis Kompetensi
Written on 00.22 by Ed's-HRM
“Tulisan
ini mencoba memberikan kerangka pikir bagi manajemen SDM pada berbagai
bentuk organisasi yang akan kita hadapi di masa yang akan datang. Arti
penting manajemen SDM pada dekade yang akan datang mendorong kita untuk
mencari solusi yang telah terbukti efektivitasnya ketimbang
bereksperimen dengan ide-ide baru yang belum jelas dan teruji”
Beberapa
organisasi di negara maju telah menunjukkan keberhasilan dengan
menggunakan praktek pengelolaan SDM yang efektif melalui cara
peningkatan keterampilan dan keahlian SDM organisasi. Beberapa praktek
yang telah dikembangkan lembaga konsultan seperti HAY di Eropa adalah :
¨ Mengidentifikasi Skill dan kualitas SDM yang serasi dengan tuntutan lingkungan;
¨ Memilih SDM yang memiliki kinerja tinggi dan potensial;
¨ Berusaha memenuhi kebutuhan organisasi dan individu;
¨ Menilai kinerja dan keahlian SDM;
¨ Memberi kompensasi yang memadai kepada tenaga yang terampil dan memiliki keahlian;
¨ Membangun lingkungan kerja yang baik;
¨ Meningkatkan motivasi untuk perbaikan kinerja.
Praktek pengelolaan
SDM tersebut menunjukkan bahwa dunia kerja masa kini dan yang akan
datang telah mengalami perubahan. Peran SDM dalam organisasi mempunyai
arti yang sama pentingnya dengan pekerjaan itu sendiri, sehingga
interaksi antara organisasi dan SDM menjadi fokus perhatian para
manajer. Oleh sebab itu nilai-nilai (values) baru yang
sesuai dengan tuntutan lingkungan organisasi perlu diperkenalkan dan
disosialisasikan kepada semua individu di dalam organisasi.
Organisasi Masa Depan
Organisasi di masa depan akan cenderung berbentuk datar (flat) dan ramping (lean). Bentuk organisasi tradisionil yang hirarkis akan digantikan dengan bentuk jaringan (network) yang lebih memberdayakan kerjasama kelompok. Melalui organisasi yang demikian setiap individu akan memiliki informasi dengan mudah sehingga tidak selalu hanya terletak pada pimpinan organisasi. Pengembangan karir akan lebih didasarkan kepada berbagai bentuk tugas-tugas ketimbang urutan (sequence) posisi jabatan bagaikan urutan tangga-tangga ke arah yang lebih tinggi.
Dalam
konteks ini, individu akan bekerja pada organisasi kluster di mana
individu tidak lagi terikat secara kaku dengan tingkatan management yang
hirarkis. Organisasi yang bersifat kluster tersebut memberikan
kebebasan untuk mencapai yang diberikan pada unit tersebut. Agar
organisasi yang demikian berhasil ada 4 (empat) kondisi yang dibutuhkan
organisasi, yaitu :
¨ Mission
¨ Kompetensi
¨ Informasi
¨ Budaya
Kejelasan
misi organisasi merupakan prasyarat bagi keberhasilan suatu organisasi
dalam bentuk apapun. Aspek kompetensi menunjukkan bahwa perhatian
organisasi lebih difokuskan kepada kompetensi SDM. Jika kita menggunakan
SDM sebagai faktor penentu organisasi, maka kompetensi menjadi aspek
yang menentukan keberhasilan organisasi.
Apabila kerja tim dalam organisasi kluster mereka memiliki kebebasan atau otonomi untuk menentukan seberapa baik mereka mencapai misi, tidak diberikan akses informasi maka organisasi tersebut akan kembali pada bentuk organisasi klasik. Organisasi kluster akan menggantungkan keberhasilannya kepada kemauan SDM untuk lebih bertanggung jawab kepada tugas yang didelegasikan kepada kluster mereka masing-masing. Tanggung jawab tersebut membutuhkan keberanian mengambil resiko dan bertanggung jawab atas tindakan-tindakan yang diambil tanpa menyerahkan tanggung jawab kepada tingkat manajemen yang lebih tinggi.
Sejarah dan definisi Kompetensi
Konsep
kompetensi sebenarnya bukan sesuatu yang baru, Menurut Organisasi
Industri Psikologi Amerika gerakan tentang kompetensi telah dimulai pada
tahun 1960 dan awal 1970.
Menurut
gerakan tersebut banyak hasil studi yang menunjukkan bahwa hasil test
sikap dan pengetahuan, prestasi belajar di sekolah dan diploma tidak
dapat memprediksi kinerja atau keberhasilan dalam kehidupan. Unsur
tersebut sering menimbulkan bias terhadap minoritas, wanita dan orang
yang berasal dari strata sosio ekonomi yang rendah.
Temuan
tersebut telah mendorong dilakukan peneletian terhadap variabel
kompetensi yang diduga memprediksi kinerja individu dan tidak bias
dikarenakan faktor rasial, jender dan sosio ekonomi. Oleh sebab itu
beberapa prinsip yang perlu diperhatikan adalah :
¨ Membandingkan
individu yang secara jelas berhasil di dalam pekerjaannya dengan
individu yang tidak berhasil. Melalui cara ini perlu diidentifikasikan
karakterisik yang berkaitan dengan keberhasilan tersebut.
¨ Mengidentifikasikan
pola pikir dan prilaku individu yang berhasil. Pengukuran kompetensi
harus menyangkut reaksi individu terhadap situasi yang terbuka ketimbang
menggantungkan kepada pengukuran responden seperti test “multiple choice”
(pilihan ganda) yang meminta individu memilih alternatif jawaban.
Prediktor yang terbaik atas apa yang dapat dilakukan oleh seseorang
adalah mengetahui apa yang dipikirkan individu secara spontan dalam
situasi yang tidak terstruktur.
Tantangan
yang harus dijawab atas permasalahan tersebut adalah jika cara
tradisional menggunakan pengukuran sikap tidak dapat memprediksi
kinerja, lalu apa yang dapat dilakukan.
Menurut Mc.Clelland’s yang harus dilakukan adalah :
Pertama, mencari individu yang memiliki kinerja tinggi, dan membandingkannya dengan individu berkinerja rendah.
Pertama, mencari individu yang memiliki kinerja tinggi, dan membandingkannya dengan individu berkinerja rendah.
Kedua, Mc.Clelland’s dan Dailey dalam mengembangkan teknik Behavioral Event Interview (BEI) yang menggabungkan teknik seleksi sebelumnya (critical incident method)
dalam teknik yang baru. Flenagan lebih tertarik untuk
mengidentifikasikan unsur tugas dalam pekerjaan, sementara Mc.Clelland
lebih tertarik kepada karakteristik SDM yang melakukan pekerjaan dengan
baik. Teknik BEI meminta individu-individu untuk memikirkan beberapa
aspek penting atas keadaan yang berkaitan dengan pekerjaannya sehingga
menimbulkan hasil yang baik atau buruk. Kemudian keadaan tersebut
diuraikan secara rinci sehingga menjawab pertanyaan sebagai berikut :
¨ What led up to the situation
¨ Who was involved
¨ What did you think about feel, want to have happen in the situation
¨ What did you do
¨ What was the outcome
Ketiga,
Mc.Clelland’s menganalisis transkrip BEI atas informasi tentang
keberhasilan dan ketidakberhasilan para pimpinan untuk mengidentifikasi
karakteristik yang membedakan kedua sampel tersebut. Analisis biasanya
lebih ditekankan kepada prilaku yang menunjukkan kinerja yang tinggi
ketimbang yang rata-rata. Perbedaan perbedaan tersebut diterjemahkan
kedalam tujuan dan difinisi sistem skoring yang dapat dipercaya oleh
masing-masing pengamat.
Transkrip BEI diberikan skor menurut definisi tersebut dengan menggunakan Content Analysis of Verbal Expression (CAVE)
untuk mengukur motivasi. Melalui CAVE para peneliti dapat menghitung
dan mengetes perbedaan secara statistik atas karakteristik yang
ditunjukkan oleh para individu yang berkinerja tinggi dan rendah dalam
berbagai pekerjaan dan jabatan.
Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa semua jenis kompetensi yang
bersifat non-akademik seperti kemampuan menghasilkan ide-ide yang
inovatif,management skills,kecepatan mempelajari
jaringan kerja, dan sebagainya berhasil memprediksi kinerja individu
dalam pekerjaannya dan tidak berbeda secara signifikan bila ditinjau
dari aspek ras,jender dan sosio ekonomi status.
Adapun esensi dari teori Mc.Clelland tentang pendekatan penilaian kompetensi terhadap Job Analysis bahwa penelitiannya lebih menekankan kepada orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan berkinerja baik, dan mendifinisikan job berdasarkan karakteristik dan prilaku orang-orang tersebut, ketimbang menggunakan pendekatan tradisionil dengan menganalisis unsur yang ada dalam job tersebut.
Misalnya, kebanyakan “Manajerial Jobs”
lebih memfokuskan kepada perencanaan dan pengorganisasian, sehingga
pertanyaan yang menarik adalah apa yang menyebabkan seseorang dapat
merencanakan dan mengorganisasikan secara baik dan efisien (what leads a person to plan and organize well or effciently).
Penelitian tentang kompetensi menunjukkan bahwa ada 2 (dua) yang
mendasari kompetensi yang berkaitan dengan perencanaan dan
pengoroganisasian yaitu : Motivasi dan berfikir analitik.
Apa yang dimaksud dengan Kompetensi?
Kompetensi
didefinisikan sebagai karakteristik yang mendasari seseorang dan
berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya (an
underlying characteristic’s of individual which is causally related to
criterion-referenced effective and or superior performance in a job or
situation). Spencer&Spencer 1993
Berdasarkan difinisi tersebut bahwa kata “underlying characteristic’s” mengandung makna kompetensi adalah bagian kepribadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang serta prilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan. Sedangkan kata “causally related” berarti kompetensi adalah sesuatu yang menyebabkan atau memprediksi prilaku dan kinerja.
Sedangkan kata “criterion-referenced” mengandung makna bahwa kompetensi sebenarnya memprediksi siapa yang berkinerja baik dan kurang baik, diukur dari kriteria atau standar yang digunakan. Misalnya, kriteria volume penjualan yang mampu dihasilkan oleh seseorang tenaga sales.
Penentuan
tingkat kompetensi dibutuhkan agar dapat mengetahui tingkat kinerja
yang diharapkan untuk kategori baik atau rata-rata. Penentuan ambang
kompetensi yang dibutuhkan tentunya akan dapat dijadikan dasar bagi
proses seleksi, suksesi perencanaan, evaluasi kinerja dan pengembangan
SDM. Menurut Spencer (1993) dan Mitrani et.al (1992) terdapat 5 (lima)
karakteristik kompetensi, yaitu :
¨ “Motives”
adalah sesuatu di mana seseorang secara konsisten berfikir sehingga ia
melakukan tindakan. Spencer (1993) dan Mitrani et.al (1992) menambahkan
bahwa Motives adalah drive,direct and select behavior toward certain actions or goals and away from others.
Misalnya:
orang memiliki motivasi berprestasi secara konsisten mengembangkan
tujuan-tujuan yang memberi tantangan pada dirinya, dan bertanggung jawab
penuh untuk mencapai tujuan tersebut serta mengharapkan “feedback” untuk memperbaiki dirinya.
¨ “Traits”
adalah watak yang membuat orang untuk berprilaku atau bagaimana
seseorang merespon sesuatu dengan cara tertentu, misalnya percaya diri (Self- confidence), kontrol diri (self control), stress resistance, atau hardiness (ketabahan/daya tahan).
¨ “Self Concept”
adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang. Sikap dan nilai
diukur melalui tes kepada responden untuk mengetahui bagaimana value (nilai) yang dimiliki seseorang, apa yang menarik bagi seseorang melakukan sesuatu. Seseorang yang dinilai menjadi “leader” seyogyanya memiliki prilaku kepemimpinan sehingga perlu adanya tes tentang leadership ability.
¨ “Knowledge” adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan (Knowledge)
merupakan kompetensi yang kompleks. Skor atau tes pengetahuan sering
gagal untuk memprediksi kinerja SDM karena skor tersebut tidak berhasl
mengukur pengetahuan dan keahlian seperti apa seharusnya dilakukan dalam
pekerjaan.
0 komentar:
Posting Komentar