Rabu, 16 April 2014

BALANCED SCORECARD

Standard

Konsep Balanced Scorecard selanjutnya akan disingkat BSC. BSC adalah pendekatan terhadap strategi manajemen yang dikembangkan oleh Drs.Robert Kaplan (Harvard Business School) and David Norton pada awal tahun 1990. BSC berasal dari dua kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Balanced (berimbang) berarti adanya keseimbangan antara performance keuangan dan non-keuangan, performance jangka pendek dan performance jangka panjang, antara performance yang bersifat internal dan performance yang bersifat eksternal. Sedangkan scorecard (kartu skor) yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor performance seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang di masa depan.
Mula-mula BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Awal penggunaannya kinerja eksekutif diukur hanya dari segi keuangan. Kemudian berkembang menjadi luas yaitu empat perspektif, yang kemudian digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh. Empat perspektif tersebut yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
BSC adalah suatu mekanisme sistem manajemen yang mampu menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam tindakan nyata di lapangan. BSC adalah salah satu alat manajemen yang telah terbukti telah membantu banyak perusahaan dalam mengimplementasikan strategi bisnisnya.

Keunggulan Balanced Scorecard
Dalam perkembangannya BSC telah banyak membantu perusahaan untuk sukses mencapai tujuannya. BSC memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki sistem strategi manajemen tradisional. Strategi manajemen tradisional hanya mengukur kinerja organisasi dari sisi keuangan saja dan lebih menitik beratkan pengukuran pada hal-hal yang bersifat tangible, namun perkembangan bisnis menuntut untuk mengubah pandangan bahwa hal-hal intangible juga berperan dalam kemajuan organisasi. BSC menjawab kebutuhan tersebut melalui sistem manajemen strategi kontemporer, yang terdiri dari empat perspektif yaitu: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Keunggulan pendekatan BSC dalam sistem perencanaan strategis (Mulyadi, 2001, p.18) adalah mampu menghasilkan rencana strategis, yang memiliki karakteristik sebagai berikut (1) komprehensif, (2) koheren, (3)seimbang dan (4) terukur

Perspektif dalam Balanced Scorecard
Adapun perspektif-perspektif yang ada di dalam BSC adalah sebagai berikut:

1. Perspektif Keuangan

BSC memakai tolak ukur kinerja keuangan seperti laba bersih dan ROI, karena tolak ukur tersebut secara umum digunakan dalam perusahaan untuk mengetahui laba. Tolak ukur keuangan saja tidak dapat menggambarkan penyebab yang menjadikan perubahan kekayaan yang diciptakan perusahaan atau organisasi (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000).
Balanced Scorecard adalah suatu metode pengukuran kinerja yang di dalamnya ada keseimbangan antara keuangan dan non-keuangan untuk mengarahkan kinerja perusahaan terhadap keberhasilan. BSC dapat menjelaskan lebih lanjut tentang pencapaian visi yang berperan di dalam mewujudkan pertambahan kekayaan tersebut (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000) sebagai berikut:
1. Peningkatan customer 'yang puas sehingga meningkatkan laba (melalui peningkatan revenue).
2. Peningkatan produktivitas dan komitmen karyawan sehingga meningkatkanlaba (melalui peningkatan cost effectiveness).
3. Peningkatan kemampuan perasahaan untuk menghasilkan financial returns dengan mengurangi modal yang digunakan atau melakukan investasi daiam proyek yang menghasilkan return yang tinggi.
Di dalam Balanced Scorecard, pengukuran finansial mempunyai dua peranan penting, di mana yang pertama adalah semua perspektif tergantung pada pengukuran finansial yang menunjukkan implementasi dari strategi yang sudah direncanakan dan yang kedua adalah akan memberi dorongan kepada 3 perspektif yang lainnya tentang target yang harus dicapai dalam mencapai tujuan organisasi.
Menurut Kaplan dan Norton, siklus bisnis terbagi 3 tahap, yaitu: bertumbuh (growth), bertahan (sustain), dan menuai (harvest), di mana setiap tahap dalam siklus tersebut mempunyai tujuan fmansial yang berbeda. Growth merupakan tahap awal dalam siklus suatu bisnis. Pada tahap ini diharapkan suatu bisnis memiliki produk baru yang dirasa sangat potensial bagi bisnis tersebut.
Untuk itu, maka pada tahap growth perlu dipertimbangkan mengenai sumber daya untuk mengembangkan produk baru dan meningkatkan layanan, membangun serta mengembangkan fasilitas yang menunjang produksi, investasi pada sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terbentuknya hubungan kerja secara menyeluruh dalam mengembangkan hubungan yang baik dengan pelanggan. Secara keseluruhan tujuan fmansial pada tahap ini adalah mengukur persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di pasar sasaran.
Tahap selanjutnya adalah sustain (bertahan), di mana pada tahap ini timbul pertanyaan mengenai akan ditariknya investasi atau melakukan investasi kembali dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian yang mereka investasikan. Pada tahap ini tujuan fmansial yang hendak dicapai adalah untuk memperoleh keuntungan. Berikutnya suatu usaha akan mengalami suatu tahap yang dinamakan harvest (menuai), di mana suatu organisasi atau badan usaha akan berusaha untuk mempertahankan bisnisnya. Tujuan finansial dari tahap ini adalah untuk untuk meningkatkan aliran kas dan mengurangi aliran dana.

2. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan, perusahaan perlu terlebih dahulu menentukan segmen pasar dan pelanggan yang menjadi target bagi organisasi atau badan usaha. Selanjutnya, manajer harus menentukan alat ukur yang terbaik untuk mengukur kinerja dari tiap unit opetasi dalam upaya mencapai target finansialnya. Selanjutnya apabila suatu unit bisnis ingin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus menciptakan dan menyajikan suatu produk baru/jasa yang bernilai lebih baik kepada pelanggan mereka (Kaplan, dan Norton, 1996).
Produk dikatakan bernilai apabila manfaat yang diterima produk lebih tinggi daripada biaya perolehan (bila kinerja produk semakin mendekati atau bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dan dipersepsikan pelanggan). Perusahaan terbatas untuk memuaskan potential customer sehingga perlu melakukan segmentasi pasar untuk melayani dengan cara terbaik berdasarkan kemampuan dan sumber daya yang ada. Ada 2 kelompok pengukuran dalam
perspektif pelanggan, yaitu:

1. Kelompok pengukuran inti icore measurement group).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengukur bagaimana perusahaan memenuhi kebutuhan pelanggan dalam mencapai kepuasan, mempertahankan, memperoleh, dan merebut pangsa pasar yang telah ditargetkan. Dalam kelompok pengukuran inti, kita mengenal lima tolak ukur, yaitu: pangsa pasar, akuisisi pelanggan (perolehan pelanggan), retensi pelanggan (pelanggan yang dipertahankan), kepuasan pelanggan, dan profitabilitas pelanggan.

2. Kelompok pengukuran nilai pelanggan {customer value proposition).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengetahui bagaimana perusahaan mengukur nilai pasar yang mereka kuasai dan pasar yang potensial yang mungkin bisa mereka masuki. Kelompok pengukuran ini juga dapat menggambarkan pemacu kinerja yang menyangkut apa yang harus disajikan perusahaan untuk mencapai tingkat kepuasan, loyalitas, retensi, dan akuisisi pelanggan yang tinggi. Value proposition menggambarkan atribut yang disajikan perusahaan dalam produk/jasa yang dijual untuk menciptakan loyalitas dan kepuasan pelanggan. Kelompok pengukuran nilai pelanggan terdiri dari:
a. Atribut produk/jasa, yang meliputi: fungsi, harga, dan kualitas produk.
b. Hubungan dengan pelanggan, yang meliputi: distribusi produk kepada pelanggan, termasuk respon dari perusahaan, waktu pengiriman, serta bagaimana perasaan pelanggan setelah membeli produk/jasa dari perusahaan yang bersangkutan.
c. Citra dan reputasi, yang menggambarkan faktor intangible bagi perusahaan untuk menarik pelanggan untuk berhubungan dengan perusahaan, atau membeli produk.

3. PerspektifProses Bisnis Internal
Perspektif proses bisnis internal menampilkan proses kritis yang memungkinkan unit bisnis untuk memberi value proposition yang mampu menarik dan mempertahankan pelanggannya di segmen pasar yang diinginkan dan memuaskan harapan para pemegang saham melalui flnancial retums (Simon, 1999).
Tiap-tiap perasahaan mempunyai seperangkat proses penciptaan nilai yang unik bagi pelanggannya. Secara umum, Kaplan dan Norton (1996) membaginya dalam 3 prinsip dasar, yaitu:
1. Proses inovasi.
Proses inovasi adalah bagian terpenting dalam keseluruhan proses produksi. Tetapi ada juga perusahaan yang menempatkan inovasi di luar proses produksi. Di dalam proses inovasi itu sendiri terdiri atas dua komponen, yaitu: identifikasi keinginan pelanggan, dan melakukan proses perancangan produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Bila hasil inovasi dari perusahaan
tidak sesuai dengan keinginan pelanggan, maka produk tidak akan mendapat tanggapan positif dari pelanggan, sehingga tidak memberi tambahan pendapatan bagi perasahaan bahkan perasahaan haras mengeluarkan biaya investasi pada proses penelitian dan pengembangan.
2. Proses operasi.
Proses operasi adalah aktivitas yang dilakukan perusahaan, mulai dari saat penerimaan order dari pelanggan sampai produk dikirim ke pelanggan. Proses operasi menekankan kepada penyampaian produk kepada pelanggan secara efisien, dan tepat waktu. Proses ini, berdasarkan fakta menjadi fokus utama dari sistem pengukuran kinerja sebagian besar organisasi.
3. Pelayananpumajual.
Adapun pelayanan purna jual yang dimaksud di sini, dapat berupa garansi, penggantian untuk produk yang rusak, dll.

4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif ini menyediakan infrastruktur bagi tercapainya ketiga perspektif sebelumnya, dan untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang.
Penting bagi suatu badan usaha saat melakukan investasi tidak hanya pada peralatan untuk menghasilkan produk/jasa, tetapi juga melakukan investasi pada infrastruktur, yaitu: sumber daya manusia, sistem dan prosedur. Tolak ukur kinerja keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan yang besar antara kemampuan yang ada dari manusia, sistem, dan prosedur. Untuk memperkecil kesenjangan itu, maka suatu badan usaha harus melakukan investasi dalam bentuk reskilling karyawan, yaitu: meningkatkan kemampuan sistem dan teknologi informasi, serta menata ulang prosedur yang ada.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mencakup 3 prinsip kapabilitas yang terkait dengan kondisi intemal perusahaan, yaitu:

1. Kapabilitas pekerja.
KapabiLitas pekerja adalah merupakan bagian kontribusi pekerja pada perusahaan. Sehubungan dengan kapabilitas pekerja, ada 3 hal yang harus diperhatikan oleh manajemen:

a. Kepuasan pekerja.
Kepuasan pekerja merupakan prakondisi untuk meningkatkan produktivitas, tanggungjawab, kualitas, dan pelayanan kepada konsumen. Unsur yang dapat diukur dalam kepuasan pekerja adalah keterlibatan pekerja dalam mengambil keputusan, pengakuan, akses untuk mendapatkan informasi, dorongan untuk bekerja kreatif, dan menggunakan inisiatif, serta dukungan dari atasan.

b. Retensi pekerja.
Retensi pekerja adalah kemampuan imtuk mempertahankan pekerja terbaik dalam perusahaan. Di mana kita mengetahui pekerja merupakan investasi jangka panjang bagi perusahaan. Jadi, keluamya seorang pekerja yang bukan karena keinginan perusahaan merupakan loss pada intellectual capital dari perusahaan. Retensi pekerja diukur dengan persentase turnover di perusahaan.

c. Produktivitas pekerja.
Produktivitas pekerja merupakan hasil dari pengaruh keseluruhan dari peningkatan keahlian dan moral, inovasi, proses internal, dan kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah untuk menghubungkan output yang dihasilkan oleh pekerja dengan jumlah pekerja yang seharusnya untuk menghasilkan output tersebut.

2. Kapabilitas sistem informasi.
Adapun yang menjadi tolak ukur untuk kapabilitas sistem inforaiasi adalah tingkat ketersediaan informasi, tingkat ketepatan informasi yang tersedia, serta jangka waktu untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.

3. Iklim organisasi yang mendorong timbulnya motivasi, dan pemberdayaan adalah penting untuk menciptakan pekerja yang berinisiatif. Adapun yang menjadi tolak ukur hal tersebut di atas adalah jumlah saran yang diberikan pekerja. 


 

  Balance Scorecard, tool ini ramai dibicarakan pada awal tahun dua ribuan dan saat ini juga banyak perusahaan yang menggunakan tool ini, hanya saja berdasarkan pengalaman penulis, penggunaan tool ini tidak semudah dibayangkan, pada dasarnya banyak kendala yang muncul pada saat merealisasikan program yang menggunakan tool ini. Namun tidak ada salahnya bagi mereka yang ingin mengetahui mengenai alat (tool) ini, akan dijelaskan secara garis besar mengenai apa dan bagaimana Balance Scorecard digunakan.
Prinsip dari Balance Scorecard adalah bagaimana mengukur kinerja perusahaan dengan mengaitkan atau membentuk satu kesatuan pengukuran yang melibatkan seluruh komponen perusahaan dalam artian apabila satu unit kerja mengalami kendala maka tentu akan mempengaruhi kinerja unit kerja lainnya sehingga akan berdampak kepada kinerja perusahaan secara keseluruhan, demikian juga sebaliknya bahwa keberhasilan satu unit kerja itu disebabkan oleh adanya kontribusi dari unit kerja lainnya. Agar pengukuran ini tidak rumit dalam menentukan target-targetnya maka sang pembuat tool ini yaitu : Robert S Kaplan dan David P Norton merumuskan dalam bentuk 4 (empat) Perspektif (perspective), dan keempat perspektif itu adalah :
1.    Perspektif Keuangan ( Financial Perspektif ), yaitu mengukur kemampulabaan dan nilai pasar (market value) diantara perusahaan-perusahaan lain, sebgai indikator seberapa baik perusahaan memuaskan pemilik dan pemegang saham. Dalam kaitan perspektif ini yang sering menjadi pertanyaan adalah bagaimana peningkatan kinerja keuangan atau apa sasaran keuangan kedepan.
2.    Perspektif Pelanggan ( Customer Perspektif ), yaitu mengukur mutu, pelayanan, dan rendahnya biaya dibandingkan dengan perusahaan lainnya, sebagai indikator seberapa baik perusahaan memuaskan pelanggannya. Dalam kaitan perspektif ini yang sering menjadi pertanyaan adalah bagaimana tanggapan pelanggan (customer) kita atas pemberian nilai (value) yang lebih.
3.    Perspektif proses bisnis internal (Internal business process perspektif), yaitu mengukur efisiensi dan efektivitas perusahaan dalam memproduksi barang dan jasa. Dalam kaitan perspektif ini yang sering menjadi pertanyaan adalah apakah kita telah meningkatkan proses bisnis sehingga mampu memberikan nilai lebih kepada pelanggan.
4.    Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (Learning and Growth perspektif), yaitu mengukur kemampuan perusahaan untuk mengembangkan dan memanfaatkan sumber daya manusia sehingga tujuan strategik perusahaan dapat tercapai untuk waktu sekarang dan masa yang akan datang. Dalam kaitan perspektif ini yang sering menjadi pertanyaan adalah apakah kita memelihara kemampuan seluruh personil untuk mengubah dan meningkatkan sesuatu hal.
Untuk merealisasikan dan menggunakan keempat perspektif ini maka setiap perusahaan harus mempunyai visi, jika belum ada maka harus dibangun dulu mengenai visinya kemudian diuraikan dan diaktualisasikan kedalam keempat perspektif tersebut, tetapi jika uraian visi yang dibuat memerlukan perspektif lain maka tentunya diperlukan penambahan perspektif baru maka dapat saja ditambah menjadi 5 (lima) perspektif dan itu bisa dibuat sendiri agar nantinya dapat menunjang keberhasilan dalam mencapai visi yang sudah ditetapkan. Setelah uraian visi dibangun kedalam setiap perspektif maka selanjutnya dibuatlah strategi (strategic aims/strategic objective) untuk setiap pencapaian yang dicanangkan pada masing-masing perspektif. Untuk dapat mencapai sasaran sesuai strategi yang dibangun maka kita harus membuat faktor-faktor kritikal yang menunjang keberhasilan pencapaian sasaran sesuai strategi atau apa yang disebut Critical Success Factors (CSFs), kemudian faktor-faktor tersebut diturunkan menjadi ukuran-ukuran keberhasilan dan selanjutnya berdasarkan ukuran-ukuran keberhasilan ini maka dibangunlah rencana kerja (Action Plan). Setelah terbangun semuanya maka kepada seluruh unit kerja yang ada di perusahaan mengambil peran masing-masing untuk memenuhi ukuran yang ditetapkan diatas, caranya adalah setiap unit kerja membuat ukuran-ukuran target unit kerja dan hal ini yang disebut dengan Key Performance Indicator ( KPI). Selanjutnya dari KPI inilah maka dapat diukur kinerja individu (Perfomance Appresial) dengan demikian model pengukuran ini dapat berjenjang dimulai dengan penyusunan target top-down kemudian penilaiannya berdasarkan bottom-up.
Dari uraian diatas menunjukkan bahwa Balance Scorecard juga merupakan jalur komunikasi dua arah top-down, sehingga setiap karyawan dapat mengetahui mengenai visi-misi perusahaan berserta terjemahannya dari misi dan strategi perusahaan maupun unit kerja dan ini juga sekaligus bahwa setiap tujuan dan target perusahaan terkomunikasikan dengan baik sampai dengan lapis bawah. Disisi lain keempat perspektif dari Balance scorecard  memungkinkan terjadinya keseimbangan yang meliputi :
1.       Tujuan jangka pendek dan jangka panjang
2.       Tolok ukur eksternal para stackeholder dikaitkan dengan tolok ukur internal dari proses bisnis internal,inovasi serta pembelajaran dan pertumbuhan
3.       Hasil yang diinginkan dan pemicu kinerja ( performance drivers) dari hasil (outcomers) tersebut
4.       Setiap tolok ukur dengan subjeknya
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa pengukuran merupakan alat untuk mengendalikan perilaku dan untuk menilai kinerja masa lalu. Namun tolok ukur dalam Balance scorecard harus digunakan dengan cara yang lain. Tolok ukur Balance scorecard harus digunakan untuk menerjemahkan strategi usaha, untuk mengkomunikasikan strategi usaha kepada karyawan, dan membantu menyelaraskan rencana tindakan individu, organisasional, dan antar unit kerja untuk mencapai tujuan bersama. Dengan penggunaan seperti ini scorecard bukan berusaha untuk mempertahankan individual dan unit kerja sesuai dengan rencana yang ditetapkan terlebih dahulu, melainkan Balance scorecard harus digunakan sebagai bagian dari sistem manajemen yang lebih besar untuk komunikasi, berbagi informasi dan pembelajaran. Keberagaman tolok ukur dalam Balance scorecard tampaknya membingungkan akan tetapi scorecard yang dibangun dengan tepat seperti yang kita lihat, terdiri dari kesatuan tujuan (Unity of Purpose); semua tolok ukur diarahkan untuk mencapai strategi yang terintegrasi.
Bagaimana peran kita sebagai pengelola SDM Perusahaan, tentunya tidak jauh berbeda dengan para pengelola lainnya dalam perusahaan yaitu turut membangun scorecard berdasarkan unit kerjanya dan individual, tetapi bahwa ada hal yang dominan yang harus dilakukan yaitu. membangun tolok ukur dalam perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan secara keseluruhan dalam perusahaan. Peran para pengelola SDM perusahaan menjadi strategis karena salah satu dari keempat prespektif itu merupakan domainnya, sehingga keberhasilan dari kinerja perusahaan yang diukur menggunakan Balance scorecard adalah salah satunya bagaimana mengukur pengelolaan karyawan, melalui pembelajaran dan pertumbuhan.
Untuk mendorong pembelajaran dan pertumbuhan maka dibutuhkan faktor-faktor sebagai berikut :
1. Kapabilitas pekerja (employee capability)
2. Kapabilitas sistim Informasi (information systems capabilities)
3. Motivasi,pemberdayaan, dan keselarasan (Motivation,empowerment, and alignment)
Ketiga pendorong tersebut merupakan syarat mutlak yang harus ada ketika akan dilakukan program scorcard  terutama yang berkaitan dengan pengelolaan SDM, artinya orang yang bekerja harus  mempunyai kapasitas dalam melakukan pekerjaannya dan ini bisa diukur melalui pengukuran kinerja (performance appraisal), hasil pengukuran harus terdata baik dalam sebuah sistim informasi terpadu serta adanya sistim penglolaan SDM yang komprehensif yang mampu mendorong setiap individu terus memacu kinerjanya untuk mencapai target dirinya maupun perusahaan. Dibawah ini sebuah contoh sederhana mengenai balance scorcard yang mengacu kepada pengelolaan SDM ;
Setelah suatu strategi diuraikan menjadi alat pengukuran dan kemudian diaplikasikan kedalam keempat perspektif untuk perspektif keuangan mempunyai tolok ukurnya ROCE ( Return on Capital Employed ), dorongan terhadap ROCE ini dapat berupa penjualan yang berulang dan penjualan yang diperluas dari pelanggan yang ada sekarang artinya ada bentuk loyalitas pelanggan dan loyalitas inilah yang kemudian menjadi tolok ukur dari perspektif pelanggan, karena loyalitas pelanggan diharapkan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap ROCE, akan tetapi bagaimana organisasi mencapai loyalitas pelanggan ? Analisis preferensi pelanggan dapat mengungkapkan bahwa pengiriman yang tepat waktu atas pesanan sangat dihargai pelanggan. Dengan demikian, memperbaiki waktu pengiriman yang tepat waktu diharapkan mengakibatkan loyalitas pelanggan bertambah, yang pada gilirannya, diharapkan mengarah pada kinerja keuangan yang lebih tinggi. Maka baik loyalitas pelanggan ataupun pengiriman yang tepat waktu digabungkan dalam perspektif pelanggan dari scorecard.
Proses berlanjut dengan menanyakan proses internal apa yang harus menjadi keunggulan perusahaan dalam mencapai waktu pengiriman tepat waktu yang lebih baik, perusahaan perlu mencapai waktu siklus yang pendek dalam proses operasi dan proses internal yang bermutu tinggi, kedua faktor tersebut dapat berlaku sebagai tolok ukur scorecard dalam perspektif proses usaha internal. Dan bagaimana organisasi memperbaiki mutu dan mengurangi waktu siklus dari proses internal mereka tentunya dengan melatih dan memperbaiki keterampilan karyawan unit operasi, suatu sasaran dapat merupakan kandidat untuk perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.

0 komentar:

Posting Komentar