Pada tulisan kali saya
tidak membahas pengelolaan SDM secara khusus akan tetapi bagaimana
peran pengelola SDM perusahaan untuk menunjang program perusahaan yang
saat ini banyak didengungkan yaitu tentang Tanggung jawab social
Perusahaan, untuk itu kita harus tahu dahulu apa yang dimaksud dengan
Tanggung jawab social perusahaan dan peran pengelola SDM perusahaan.
Banyak pakar manajemen mengatakan bahwa perusahaan akan bertahan dan terus survive (sustainable advantage)
jika mampu berdaya saing dengan kompetitornya, salah satu caranya
adalah bahwa perusahaan akan mampu bertahan jika adaptif terhadap
lingkungan sekitar. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan
untuk mewujudkan hal itu, dan salah satunya adalah dengan menerapkan
tanggung jawab sosial perusahaan, atau corporate social responsibility.
Namun
sebelum kita membahas mengenai CSR ini ada baiknya kita mengetahui
secara jelas apa yang dimaksud dengan CSR, karena banyak pengertian
mengenai CSR yang berkembang didunia usaha kita saat ini namun menurut
wikipedia dan ini bisa menggembarkan secara umum, adalah :
Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (selanjutnya dalam tulisan akan disingkat CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan.
CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan",
di mana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan
aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan
faktor keuangan, misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.
Tetapi
ada juga yang secara sederhana dapat didefinisikan CSR adalah
serangkaian kegiatan yang dibiayai oleh perusahaan guna memberdayakan
warga di sekeliling pabrik dengan membangun fasilitas-fasilitas sosial
dan bisnis bagi mereka.
Apapun
definisi dari CSR yang jelas adalah bagaimana perusahaan secara
khususnya mempunyai kepedulian akan lingkungan sekitarnya terutama
berkaitan dengan upaya perusahaan bersatu dengan lingkungan dengan jalan
ikut membangun dan menata lingkungan baik secara pisik maupun
spiritual. Kepedulian kepada masyarakat sekitar dapat diartikan sangat
luas, namun secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan
partisipasi dan posisi perusahaan di dalam sebuah lingkungan melalui
berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi perusahaan dan lingkungannya.
CSR adalah bukan hanya sekedar kegiatan amal, di mana CSR mengharuskan
suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan
sungguh-sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku
kepentingan (stakeholder) perusahaan, termasuk lingkungan hidup.
Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara
kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan
pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.
Banyak
perusahaan yang sukses menjalan program CSR walau dengan sangat
selektif dalam menjalankan programnya namun terlihat sangat menarik
untuk dijadikan contoh atas sebuah keberhasilan program CSR, perusahaan
seperti Aqua, Unilever, Sampoerna, Jarum, dan IBM serta masih banyak
yang lainnya, melakukannya dengan smart. Aktivitas CSR tidak sekadar di kawasan sekitar pabrik melainkan menyentuh kalangan yang lebih luas.
Sampoerna
dan Jarum dikenal konsisten dengan program beasiswa yang mutunya dijaga
ketat juga terus meningkatkan prestasi bidang keolahragaan, sementara
Aqua dan Unilever memperkenalkan nilai-nilai kejujuran, empati kepada
sesama, dan pentingnya kebersihan dalam hidup sehari-hari. Dengan
teknologinya, IBM membantu korban gempa dan tsunami di Aceh maupun Nias
serta renovasi candi Borobudur.
Dengan
demikian program CSR bukan lagi soal donasi atau pemberian bantuan
fisik, tetapi telah merambah kepada hal lain berupa penyebaran
nilai-nilai kebaikan yang menembus segala ruang dan sekat.
Sentuhan yang diberikan perusahaan-perusahaan tersebut pada nilai-nilai
universal tentang perbuatan dan perilaku luhur itu dengan cepat
menyentuh hati orang. Mari kita tengok mengenai keberhasilan program CSR
ternyata reputasi perusahaan pun terangkat, dan
tentu saja image perusahaan didalam masyarakat menjadi baik bahkan
istimewa dan dampaknya penjualan meningkat. Artinya menjadi jelas bahwa
semuanya akan bermuara pada bisnis juga kan...
Memang
contoh perusahaan diatas adalah perusahaan yang langsung berhubungan
dengan masyarakat sehingga dengan reputasi yang demikian tinggi maka
konsumen tentu saja dengan sukarela mengeluarkan uang untuk membeli
produk dari perusahaan dengan citra positif. Lalu bagaimana dengan
perusahaan pertambangan yang notabene tidak bisa disamakan secara produk
dan konsumennya apalagi banyak perusahaan pertambangan yang berada pada
remote area, secara philosofi keberadaan program
CSR tentu sangat berguna bagi masyarakat sekitar area pertambangan.
Memang banyak masyarakat sekitar Tambang yang mengeluh karena ternyata
keberadaan tambang tidak dirasakan secara riil malahan banyak lahan
rakyat yang diambil dengan penggatian yang tidak memadai dan ini
biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan kecil yang dalam
pengelolaan manajemennya lebih didasarkan pada profit oriented.
Akibatnya program CSR tidak berjalan dengan
semestinya dan hal ini juga dimungkinkan karena tidak ada audit dari
instansi terkait terhadap program CSR setiap perusahaan.
Dari
sisi perusahaan sering muncul pertanyaan mengenai bagaimana mengukur
sebuah keberhasilan dalam melakukan program CSR karena jangan sampai
muncul ungkapan bahwa program ini hanya untuk menghabiskan uang
perusahaan tanpa ada hasil yang jelas. Dapat diuraikan disini bahwa
skala dan sifat keuntungan dari CSR untuk suatu perusahaan dapat
berbeda-beda tergantung dari sifat perusahaan tersebut. Banyak pihak
berpendapat bahwa amat sulit untuk mengukur kinerja CSR, walaupun
sesungguhnya cukup banyak literatur yang memuat tentang cara
mengukurnya. Literatur tersebut misalnya metode "Empat belas poin balanced scorecard oleh Deming. Literatur lain misalnya Orlizty, Schmidt, dan Rynes
yang menemukan suatu korelasi positif walaupun lemah antara kinerja
sosial dan lingkungan hidup dengan kinerja keuangan perusahaan.
Kebanyakan penelitian yang mengaitkan antara kinerja CSR (corporate social performance) dengan kinerja finansial perusahaan (corporate financial performance)
memang menunjukkan kecenderungan positif, namun kesepakatan mengenai
bagaimana CSR diukur belumlah lagi tercapai. Mungkin, kesepakatan para
pemangku kepentingan global yang mendefinisikan berbagai subjek inti (core subject)
dalam ISO 26000 Guidance on Social Responsibility--direncanakan terbit
pada September 2010--akan lebih memudahkan perusahaan untuk menurunkan
isu-isu di setiap subjek inti dalam standar tersebut menjadi alat ukur
keberhasilan CSR.
Hasil Survey "The
Millenium Poll on CSR" (1999) yang dilakukan oleh Environics
International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales
Business Leader Forum (London) di antara 25.000 responden dari 23
negara menunjukkan bahwa dalam membentuk opini tentang perusahaan, 60%
mengatakan bahwa etika bisnis, praktik terhadap karyawan, dampak
terhadap lingkungan, yang merupakan bagian dari tanggung jawab sosial
perusahaan (CSR) akan paling berperan. Sedangkan bagi 40% lainnya, citra
perusahaan & brand image-lah yang akan paling memengaruhi
kesan mereka. Hanya 1/3 yang mendasari opininya atas faktor-faktor
bisnis fundamental seperti faktor finansial, ukuran perusahaan,strategi
perusahaan, atau manajemen.
Lebih
lanjut, sikap konsumen terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan
CSR adalah ingin "menghukum" (40%) dan 50% tidak akan membeli produk
dari perusahaan yang bersangkutan dan/atau bicara kepada orang lain
tentang kekurangan perusahaan tersebut.
Sementara
itu untuk pengelola SDM perusahaan dapat mengambil peran dalam program
CSR, yaitu dapat berwujud pelaksanaan rekruitmen tenaga kerja dan
mempekerjakan masyarakat sekitar. Lebih jauh lagi CSR dapat dipergunakan
untuk menarik perhatian para calon pelamar pekerjaan terutama sekali
dengan adanya persaingan kerja di antara para lulusan. Akan terjadi
peningkatan kemungkinan untuk ditanyakannya kebijakan CSR perusahaan,
terutama pada saat perusahaan merekruit tenaga kerja dari lulusan
terbaik yang memiliki kesadaran sosial dan lingkungan. Dengan memiliki
suatu kebijakan komprehensif atas kinerja sosial dan lingkungan,
perusahaan akan bisa menarik calon-calon pekerja yang memiliki
nilai-nilai progresif. CSR dapat juga digunakan untuk membentuk suatu
atmosfer kerja yang nyaman di antara para staf, terutama apabila mereka
dapat dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang mereka percayai bisa
mendatangkan manfaat bagi masyarakat luas, baik itu bentuknya
"penyisihan gaji", "penggalangan dana" ataupun kesukarelawanan (volunteering) dalam bekerja untuk masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar